;http://downloads.totallyfreecursors.com/thumbnails/sweden.gif Nurlailie Zhafirah: Dont forget to thank your self, today.

Jumat, 27 Januari 2023

Dont forget to thank your self, today.


Hiii, It’s me again, comeback after 3 years!😆

Journaling adalah salah satu healingku di usia ke 28 ini. Yup, I was turning 28 in dec last year.

Oh oke, mari kita mulai dari awal Januari 2022. Mengawali tahun 2022, banyak khawatirnya. Si overthinker ini memang banyak mempertimbangkan banyak hal.

Thinking about study a lot

Terkait study, berpikir lanjut sekolah tapi umur sudah 27. Terbesit apa relakan saja ya kemauan untuk lanjut sekolah? Karena sudah ketuaan dan toh lebih enak kerja karena dapat uang.

Saya sampai melakukan kalkulasi, kalau saya start kuliah umur 27 berarti selesai umur 29 atau 30. Tua banget, kapan nikahnya? Lol

Tapi setelah banyak memikirkan A-Z dan sadar kalau lanjut atau ga lanjut study, saya akan tetap bertemu umur 29, kan?

Yang jadi pembeda adalah versi saya umur 29 dengan ilmu yang terupgrade dan terus belajar, atau bukan.

Ortu juga udah kadung senang anaknya punya kemauan untuk belajar lagi. Jadi ya sudah, saya tidak mau mengecewakan ortu dan diri saya di masa depan.

I’ll thank me, later.

 

Awal kuliah struggling a lot!

Penghasilan pendidik yang cukup tapi ga seberapa dan mesti sisihin uang untuk bayar semesteran, agak terseok-seok yah aha ditambah habis ditipu teman uang belasan juta, uang tabungan jadi setipis tisu.

Tapi alhamdulillah,

Selama ada usaha dan doa, rezeki bisa datang dari mana saja.

Di awal kuliah juga sempet minder, karena teman-temannya ternyata dari background yang sudah oke dan karirnya pun settle. Ibarat anak bawang, itulah saya hehe.

Ditambah pemikiran mereka kritis sangat, kemampuan berdebat dan menyanggah pendapatnya gak kaleng-kaleng. Alhasil, makin mengecil saja nyali saya.

Tapi kemudian saya memberi pemahaman ke diri sendiri bahwa kami di sini sama-sama belajar, bukan untuk membuktikkan siapa yang “paling” dalam segala hal.

Focus on yourself.

Ketika saya ubah mindset saya di atas, saya jadi lebih bisa mengenali diri dan apa yang saya butuhkan dalam belajar. Saya jadi lebih fokus memberikan yang terbaik dalam proses perkuliahan. Orang yang saya anggap paling pintar di kelas pun minta salinan semua tugas dan UAS yang saya kerjakan sebagai referensi dia belajar, karena ia melihat saya mendapat nilai tinggi di perkuliahan. Wow, kembali saya sadar ternyata orang lain tau potensi saya, kecuali saya sendiri.

Alhasil, semester pertama I got my “A” di semua subject. Unpredictable but not surprise.

Next time jangan keras sama dirimu sendiri ya, Fira. Kamupun berharga.

 

Thinking about job a lot

Awal menjadi pendidik, saya paling takut kalau diminta mengajar kelas I SD. Kelas I menjadi momok sangat menyeramkan untuk saya. Bukan tanpa alasan, karena anak kelas awal masih belum terbentuk kepribadiaannya, rutinitasnya, aturannya, dan pola pikirnya. Intinya, PR si pendidik ini banyak sekali, karena anak belum memiliki kemampuan dasar penting dalam kehidupannya.

Memang dasarnya kita tidak boleh membenci segala sesuatu segala berlebihan ya, guys. Saya malah ditempatkan di kelas rendah selama 4 tahun! haha

Tahun awal stress berat, karena saya belum bisa membaca pola belajar anak kelas I, dan menentukan bagaimana cara bersikap. I cried almost everyday karena memang secapek itu! Haha

Tahu-tahu sudah tahun keempat, dan saya malah sesayang itu sama anak-anak hihi.

Setelah mengalami pasang surut mendidik, saya sadar bahwa kami sama-sama belajar. Banyak sekali hal yang saya bisa dipelajari dari anak. Bagi saya, anak adalah partner belajar.

 Sekarang saya sudah tidak lagi kacau atau gak karuan ketika dihadapi masalah, karena paham bahwa cara anak menyampaikan kebutuhannya berbeda-beda, dan setiap anak itu unik.

Pendidikan yang benar dan terarah membuat mereka lebih mudah mengenali dan membentuk pribadi menjadi sosok yang bermoral. Karena inti dari sebuah pendidikan adalah membuat anak menjadi versi terbaik dari dirinya. Seorang pendidik bertanggung jawab untuk itu.

 

Terima kasih sudah menjadi pendidik yang baik untukku ya, anak-anak. Terima kasih sudah mau berproses bersama Ibu guru.

 

Thingking about love a lot

Saya memiliki kepercayaan bahwa sumber kebahagian berasal dari orang yang saya sayang. Well, saya salah besar. Alhasil di tahun 2022, I got my biggest heart break.

Hubungan saya berakhir di pertengahan 2022, dan rasanya dunia jahat sekali. Saya tersakiti oleh ekspektasi sendiri. Saya kira dia yang terakhir, ternyata bukan.

Saya sempat merasa bodoh, tidak berguna, dan tidak pantas dicintai. Ada 1001 “kenapa” dan “andai saja” yang berputar di kepala saya. Isi kepala saya berisik sekali setiap hari.

Saya menyalahkan diri sendiri, self esteem saya anjlok pol selama pertengahan-akhir tahun. Saya hampir minum obat untuk menghilangkan rasa sakit, dan menjadwalkan janji temu ke psikolog. Karena saya pikir, saya membutuhkan bantuan professional.

Semua itu gak sampai terjadi, karena saya dikelilingi oleh keluarga dan teman yang sangat suportif. Mereka membantu saya dalam proses healing dan accepting.

Dalam prosesnya, saya menghabiskan banyak waktu membaca, journaling, bertemu banyak orang, dan melakukan afirmasi positif ke diri sendiri.

It’s okay to be hurt, you need it sometimes.

Saya berjanji ke diri sendiri, semua tentang rasa sakit berakhir di dec 22. Yup, I win.

I have been welcoming the new version of me, in the 2023.

Semua yang terjadi menjadi pelajaran berharga yang membuat saya menjadi pribadi yang lebih kuat dari sebelumnya. Setidaknya kini saya menyadari bahwa saya bertanggung jawab atas kebahagiaan saya sendiri, bukan orang lain.

 

In the end, I want to thank me again.

Thank u for standing up for yourself, always. 2022, accepted.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar