;http://downloads.totallyfreecursors.com/thumbnails/sweden.gif Nurlailie Zhafirah: Seperti secarik kertas yang tersisihkan

Rabu, 17 Juli 2013

Seperti secarik kertas yang tersisihkan





Pagi ini… mimpi itu memaksaku untuk harus terbangun.. untuk berani menatap wajah dunia nyata, tanpa terus berangan...


Ini bukan mimpi tentangmu, tapi entahlah.. orang yang pertama ku fikirkan setelah bangun, mengapa terbesit namamu? aku tidak mengerti… sayangnya, aku memang tidak akan pernah bisa mengerti..


Pagi ini, aku seperti anak remaja lain yang biasanya berubah menjadi stalker. aku benci kenapa harus menjadi seperti ini, keterganrtungan atas hausnya mendengar kabarmu, bukan bukan…. hanya sekedar ingin mengetahui keadaanmu, lewat dunia dimana ada orang yang memperhatikan tingkahmu dalam diam, dunia dimana ada orang yang rindu mengetahui kabarmu, dunia dimana semua… dilakukan dalam diam, dunia maya.


Iya… pagi ini juga kamu benar benar membuat mata hatiku mengerti, mengerti kalau…. ternyata kita memang hanya berteman, ternyata rasamu bukan untuk ku lagi dan ternyata rasaku... semakin dalam, dan sakitnya aku memang harus menyadari.. kita memang benar benar selesai… selesai sebelum pernah dimulai.

Aku tidak akan menangis, kamu… tidak usah khawatir, bukan bukan… dan bahkan kamu tidak usah mencoba untuk bisa khawatir.

Aku memang salah semuanya ku simpulkan sendiri, seakan kamu mempunyai rasa yang sama… seakan kamu hanya menyimpan namaku dalam relung hatimu dan seakan… namaku terlalu terselip dalam doamu, seperti yang kulakukan disetiap sujud dihariku, selalu terselip namamu.

Bahkan semua hanya… seperti deburan ribuan debu di kaca, yang memang harus dihapus… seperti kamu, yang telah lama menjadikanku debu dikaca.


Demi tuhan, ini salahku… yang tak pernah bisa menggantikan namamu dalam asa, tak pernah tega menghapus namamu dalam doa, dan tak pernah rela menggeser namamu dalam hati yang sekarang jadi kepingan.

Otak ku berkecamuk, ingin rasanya meletupkan amarah, dan kesedihan yang mendalam, tapi sayang… kepada siapa? hanya tuhan yang mengerti rasa sakitnya, dan yang lain hanya terdiam tanpa melakukan apa apa.

Dia siapa? kata itu yang sangat ingin ku tanyakan, hanya kata itu yang bisa membuat hatiku tercabik… lagi. Memangnya aku siapa? lagi lagi kata itu meredamkan segala keberanian ku menanyakan “dia siapa”. Lagi lagi, kata itu membuat aku seperti tidak ingin lagi hidup dalam pengabaian


Aneh rasanya terus memaksakan hidup dalam pengabaianmu, menggantungkan asa dengan sepenuh harapku kepadamu. Dan seseorang tidak terus hidup dalam cambukkan dan siksaan pegabaianmu yang terlalu dalam.

Sayangnya semua kulakukan dalam diam, kecewa dan sedihku hanya kulakukan dalam diam, tangis dan tawa ku tentang mu hanya kulakukan dalam diam, aku hanya bisa mencintaimu dalam diam disaat semua kata rasanya tidak mampu kuungkapkan, disaat doa dalam sujud adalah jalan keluar, untuk mendoakan orang yang berhasil mengambil simpatiku sampai sekarang, kamu..


Lagi lagi, kamu tidak perlu mencoba mengerti bagaimana rasa sakitnya, biar… biar hanya aku saja yang menanggung rasa sakitnya terabaikan.

Aku tidak menyebut ini karma, dan jika memang karma, aku ingin merasakan dan tidak akan terlewatkan sedikit pun rasanya sakitnya. Agar aku bisa lebih mengahargai setiap yang datang dan mengikhlaskan setiap yang pergi.

Seperti mungkin yang aku lakukan dulu kepadamu, tidak menganggapmu ada.. dan kini  kamu yang tidak menganggapku ada. Sekarang giliran aku, yang merasakan sendirian bagaimana rasanya terabaikan.

Diantara banyak yang datang, belum ada yang sepertimu, yang dapat menarik simpatiku sampai sejauh ini. Belum ada yang seperti mu, yang membuatku berani menggantung asa padamu. Belum ada yang sepertimu, yang tidak dapat terbaca. Belum ada yang seperti mu, belum.

Kamu seperti sebuah pena yang menari-nari dalam secarik kertas, yang berbagi  indahnya tulisan ceritamu diatas kertas polos, dan saat kertas itu sudah penuh akan cerita cerita tentang mu, kau akan pindah ke kertas yang lain… kertas yang masih belum ada tulisan didalamnya, dan kau menuliskan ceritamu lagi, dan seterusnya. dan pada akhirnya aku hanyalah secarik kertas yang kau sisihkan.

Memang sudah seharusnya melepas apa yang harus dilepas, memang seharusnya menghapus apa yang harus dihapus, memang seharusnya merelakan apa yang bukan milik kita.

Jangan khawatir, tekatku sudah bulat untuk keluar dalam bayang bayangmu, dan jangan remehkan aku apakah aku bisa melakukannya, jangan!


Aku fasih dengan bersandiwara, tenang saja. Kau tak akan liat wajah terpuruk dan tersakiti diwajahku, aku tak pernah akan menampakkan itu, yang kau lihat nanti hanya senyum, tenang saja, hanya sebuah senyum!

Senyum yang terpaksa digoreskan diwajah untuk menutupi semua… semuanya… semua.

Selamat tinggal, kamu, yang telah berhasil membuatku terpuruk begitu dalam.
Selamat tinggal kamu, seseorang yang selalu menarik di mataku.
Selamat tinggal kamu…


Kisahmu tak akan ku lupa, karna kau seperti bunga edelweiss, kisahmu akan abadi direlung.
Hati ini, diiringi jeritan hati seseorang yang terlanjur terluka, hanya kisah tak beserta kepingan luka.

Selamat tinggal kamu.

Dan jebakkan nostalgia itu, sebentar lagi hanya sebuah cerita, tak aka nada lagi tawa, tangis, kecewa, bahagia, sedih. yang tersisa hanyalah cerita tentangmu… yang siap untuk dihapus dari catatan hati dan fikiranku secepatnya.

Aku tak akan memaksakan “ada” dalam bahagiamu dengan dia, jangan khawatir… aku tidak apa-apa, lanjutkanlah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar