;http://downloads.totallyfreecursors.com/thumbnails/sweden.gif Nurlailie Zhafirah: Broken Home

Rabu, 31 Juli 2013

Broken Home



Tulisan ini terinspirasi dari orang terdekat yang mengalaminya, tulisan ini ku persembahkan untuk saudara-saudaraku, sahabatku, temanku, adik, dan kakak seperjuangan. Tulisan ini juga Aku persembahkan untuk para orang tua yang memikul beban sendirian.

Aku terlalu sayang kepadanya, kepada semua orang yang mengalami broken home dari kecil.

Dia anak yang pintar, dulunya dia adalah anak yang patuh, dulunya dia sangat mencintai kedua orangtuanya, kakaknya dan keluarganya.
Dulunya ia sangat kreatif, merupakan sosok seorang pemimpin yang pemberani membela yang lemah.
Dulunya dia sangat periang, dulunya dia ramah, dan dulunya ia tak pernah lupa akan tuhan.
Dulu dia adalah orang yang takut akan tuhan, yang menjalankan seluruh perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.


Aku menyaksikan sendiri perubahannya, dari kecil aku dan dia teman bermain.


Sekarang dia tetap mencintai kedua orang tuanya. Tapi dia menyayangi keluarganya dengan cara yang berbeda, dengan cara yang kadang orang lain tidak bisa terima, aku pun kadang miris melihatnya.Kadang bantahan yang keluar dari mulutnya adalah hal yang biasa di dengar oleh ibu atau ayahnya.
Sekarang dia adalah orang yang keras hatinya, sukar diberi masukan dan sukar dinasihati. Dia terlalu lelah mendengarkan, karna dia butuh didengar dan tak ada satu orang pun yang mampu membaca jeritan hati yang tergambar jelas dari kedua bola matanya.

Sekarang dia tetap orang yang pemberani, berani bila ada keributan di kalangan teman temannya dia berdiri paling depan, bermain kasar dan menyampingkan berfikir secara rasional, mungkin kita menyebutnya…. pergaulan yang tidak sehat.
Sekarang dia sama, seorang yang tak lupa akan tuhan, iya… hanya mengingat tak melupakan tuhan tapi tidak mengerjakan apa yang diperintahkan-Nya, mengabaikan panggilan solat.
Sekarang dia tetap pintar, iya.. pintar menjawabi dan menentang keras semua nasihat orang yang ditujukan padanya.
Sekarang dia suka menjalani hobi barunya, yaitu menjalankan larangan-Nya, dan menjauhi perintah-Nya.


Salahkah dia? salahkah orang tuanya? atau… salahkah kita? siapa yang berhak disalahkan?


Tuhan, aku tak mampu melihatnya...
Setiap kali melihat wajahnya, ada luka baru yang tergores dihatiku, ada kesedihan dibalik goresan senyumku, ada sesuatu yang ingin ku perbuat dan aku selalu ingin didekatnya sambil berkata “kamu akan baik-baik saja.”
Aku ingin bilang, tapi setiap aku melihat wajahnya, mulutku seakan terkunci rapat. Tak bisa menuturkan kata dikala hati sudah menjerit karna kepedihan yang ia rasa.
Aku hanya melihatnya, tapi aku begitu terluka. Aku menyayanginya dan semua orang yang sepertinya, Tuhan. Tapi kadang, semua telah berubah, berubah dan tak akan lagi sama.
Aku menyayanginya dengan cara yang sama, rasa sayangku tak berubah sedikitpun, aku menyayanginya seperti aku menyayangi adikku.
Dia memang adikku, dari ibu dan ayah yang berbeda tentunya.


Dia memang orang yang sama. tapi hatinya, tingkahnya, sifatnya, tutur katanya, tak lagi sama.
Tutur katanya tak lagi sehalus dulu, tak lagi merendahkan suaranya saat berbicara, dia lebih suka berteriak.
Aku mengerti, tapi aku tak bisa melakukan apa-apa, aku hanya bisa terdiam dengan bodoh menyaksikan sendiri kesedihannya yang terkunci rapat dibalik ketegaran yang dia perlihatkan.

Bukan salah dia sepenuhnya, dia hanyalah seorang korban, korban dari perceraian kedua orang tuanya.

Satu kata yang lagi lagi mengiris hati saat dia bilang kepada ibunya pagi tadi “waktu mama sama papa masih nyatu aku ga kaya gini kan, salah siapa?”
Dia menyalahkan orang tuanya dibalik tingkah buruknya, dan orang tuanya hanya mampu menanggung sedih yang sangat dalam, terutama ibunya. Ada sakit hati dibalik keteduhan wajahnya, ada kerinduan kepada anak anaknya dibalik kuat raganya, dan ada tangis yang sekuat mungkin ia tahan dibalik senyum paksanya.

Ini juga bukan sepenuhnya salah orang tuanya. Suami dan istri mana yang mau rumah tangganya hancur? seorang ibu dan ayah yang mana yang mau tinggal berpisah dengan anak anaknya? Tidak sepenuhnya salah mereka, bukan mau mereka, bukan rencana mereka, semua rencana Tuhan.

Dan bukan berarti ini bukan salah kita. Ketika semua orang terdekat darinya menjauh, kita tak boleh menjauh. Seharusnya.
Ketika perhatian dari ibu dan ayahnya telah hilang, disini peran kita untuk memberikan perhatian.
Ketika perlindungan yang dulu ia dapatkan dari kedua orangnya sirna, kitalah yang berperan sebagai pelindung.
Kadang tingkah seseorang anak yang mengalami broken home sulit di arahkan karna… Hatinya mulai mengeras.
Mereka butuh didengar, mereka berprilaku menyimpang karena pelampiasan atas masalah yang dialami keluarganya.
Mereka sebenarnya anak yang baik, tapi karna kerasnya kehidupan dan masalah berat yang menimpanya adalah salah satu alasan mengapa dia-harus-berubah.

Tuhan, jagalah dia dan orang orang seperti dia yang menjadi korban kekejaman kehidupan, lindungi mereka dimana pun mereka berada, kasihi mereka tuh kasihilah mereka. melebihi kasih kedua orang tuanya padanya, kuatkan hatinya, dan berikan petunjuk kepada mereka, agar mereka tetap dijalanmu, jalan orang orang yang beruntung dan bukan termasuk orang orang yang merugi.

Memang tidak semua anak yang mengalami broken home menjadi seperti dia. Kadang bisa lebih beruntung, kadang bisa juga lebih tidak beruntung.
Tapi aku yakin walaupun perilaku mereka tidak sama, tapi masalah yang mereka alami sama.

Tulisan ini kutulis dengan segenap kerinduan pada masa kecil kita dulu untuk kamu, aku, dan mereka, yang begitu indah, tak ada beban, yang ada hanyalah ramainya tawa kita, yang sekarang mulai pudar dan menua.


2 komentar: