Tulisan ini terinspirasi
dari orang terdekat yang mengalaminya, tulisan ini ku persembahkan untuk
saudara-saudaraku, sahabatku, temanku, adik, dan kakak seperjuangan. Tulisan
ini juga Aku persembahkan untuk para orang tua yang memikul beban sendirian .
Aku terlalu sayang
kepadanya, kepada semua orang yang mengalami broken home dari kecil .
Dia anak yang pintar,
dulunya dia adalah anak yang patuh, dulunya dia sangat mencintai kedua
orangtuanya, kakaknya dan keluarganya.
Dulunya ia sangat
kreatif, merupakan sosok seorang pemimpin yang pemberani membela yang lemah.
Dulunya dia sangat
periang, dulunya dia ramah, dan dulunya ia tak pernah lupa akan tuhan.
Dulu dia adalah orang
yang takut akan tuhan, yang menjalankan seluruh perintah-Nya dan menjauhi
larangan-Nya.
Aku menyaksikan sendiri
perubahannya, dari kecil aku dan dia teman bermain.
Sekarang dia tetap
mencintai kedua orang tuanya. Tapi dia menyayangi keluarganya dengan cara yang
berbeda, dengan cara yang kadang orang lain tidak bisa terima, aku pun kadang
miris melihatnya.Kadang bantahan yang keluar dari mulutnya adalah hal yang
biasa di dengar oleh ibu atau ayahnya.
Sekarang dia adalah orang
yang keras hatinya, sukar diberi masukan dan sukar dinasihati. Dia terlalu
lelah mendengarkan, karna dia butuh didengar dan tak ada satu orang pun yang
mampu membaca jeritan hati yang tergambar jelas dari kedua bola matanya.
Sekarang dia tetap orang
yang pemberani, berani bila ada keributan di kalangan teman temannya dia
berdiri paling depan, bermain kasar dan menyampingkan berfikir secara rasional,
mungkin kita menyebutnya…. pergaulan yang tidak sehat.
Sekarang dia sama,
seorang yang tak lupa akan tuhan, iya… hanya mengingat tak melupakan tuhan tapi
tidak mengerjakan apa yang diperintahkan-Nya, mengabaikan panggilan solat.
Sekarang dia tetap
pintar, iya.. pintar menjawabi dan menentang keras semua nasihat orang yang
ditujukan padanya.
Sekarang dia suka
menjalani hobi barunya, yaitu menjalankan larangan-Nya, dan menjauhi
perintah-Nya.
Salahkah dia? salahkah
orang tuanya? atau… salahkah kita? siapa yang berhak disalahkan?
Tuhan, aku tak mampu
melihatnya...
Setiap kali melihat
wajahnya, ada luka baru yang tergores dihatiku, ada kesedihan dibalik goresan
senyumku, ada sesuatu yang ingin ku perbuat dan aku selalu ingin didekatnya
sambil berkata “kamu akan baik-baik saja.”
Aku ingin bilang, tapi
setiap aku melihat wajahnya, mulutku seakan terkunci rapat. Tak bisa menuturkan
kata dikala hati sudah menjerit karna kepedihan yang ia rasa.
Aku hanya melihatnya,
tapi aku begitu terluka. Aku menyayanginya dan semua orang yang sepertinya,
Tuhan. Tapi kadang, semua telah berubah, berubah dan tak akan lagi sama.
Aku menyayanginya dengan
cara yang sama, rasa sayangku tak berubah sedikitpun, aku menyayanginya seperti
aku menyayangi adikku.
Dia memang adikku, dari
ibu dan ayah yang berbeda tentunya.
Dia memang orang yang
sama. tapi hatinya, tingkahnya, sifatnya, tutur katanya, tak lagi sama.
Tutur katanya tak lagi
sehalus dulu, tak lagi merendahkan suaranya saat berbicara, dia lebih suka
berteriak.
Aku mengerti, tapi aku
tak bisa melakukan apa-apa, aku hanya bisa terdiam dengan bodoh menyaksikan
sendiri kesedihannya yang terkunci rapat dibalik ketegaran yang dia
perlihatkan.
Bukan salah dia sepenuhnya,
dia hanyalah seorang korban, korban dari perceraian kedua orang tuanya.
Satu kata yang lagi lagi
mengiris hati saat dia bilang kepada ibunya pagi tadi “waktu mama sama papa
masih nyatu aku ga kaya gini kan, salah siapa?”
Dia menyalahkan orang
tuanya dibalik tingkah buruknya, dan orang tuanya hanya mampu menanggung sedih
yang sangat dalam, terutama ibunya. Ada sakit hati dibalik keteduhan wajahnya,
ada kerinduan kepada anak anaknya dibalik kuat raganya, dan ada tangis yang
sekuat mungkin ia tahan dibalik senyum paksanya.
Ini juga bukan sepenuhnya
salah orang tuanya. Suami dan istri mana yang mau rumah tangganya hancur?
seorang ibu dan ayah yang mana yang mau tinggal berpisah dengan anak anaknya?
Tidak sepenuhnya salah mereka, bukan mau mereka, bukan rencana mereka, semua
rencana Tuhan.
Dan bukan berarti ini
bukan salah kita. Ketika semua orang terdekat darinya menjauh, kita tak boleh
menjauh. Seharusnya.
Ketika perhatian dari ibu
dan ayahnya telah hilang, disini peran kita untuk memberikan perhatian.
Ketika perlindungan yang
dulu ia dapatkan dari kedua orangnya sirna, kitalah yang berperan sebagai
pelindung.
Kadang tingkah seseorang
anak yang mengalami broken home sulit di arahkan karna… Hatinya mulai mengeras.
Mereka butuh didengar,
mereka berprilaku menyimpang karena pelampiasan atas masalah yang dialami
keluarganya.
Mereka sebenarnya anak
yang baik, tapi karna kerasnya kehidupan dan masalah berat yang menimpanya
adalah salah satu alasan mengapa dia-harus-berubah.
Tuhan, jagalah dia dan
orang orang seperti dia yang menjadi korban kekejaman kehidupan, lindungi
mereka dimana pun mereka berada, kasihi mereka tuh kasihilah mereka. melebihi
kasih kedua orang tuanya padanya, kuatkan hatinya, dan berikan petunjuk kepada
mereka, agar mereka tetap dijalanmu, jalan orang orang yang beruntung dan bukan
termasuk orang orang yang merugi.
Memang tidak semua anak
yang mengalami broken home menjadi seperti dia. Kadang bisa lebih beruntung,
kadang bisa juga lebih tidak beruntung.
Tapi aku yakin walaupun
perilaku mereka tidak sama, tapi masalah yang mereka alami sama .
Tulisan ini kutulis
dengan segenap kerinduan pada masa kecil kita dulu untuk kamu, aku, dan mereka,
yang begitu indah, tak ada beban, yang ada hanyalah ramainya tawa kita, yang
sekarang mulai pudar dan menua.
menginspirasi.....
BalasHapusterimakasih...
BalasHapus